Rabu, 02 Januari 2013

Fenomena Seks Pra Nikah Dikalangan Remaja


Fenomena Seks Pra Nikah RemajaPerilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja-remaja di Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan sekspranikah. Sementara data hasil survei pada tahun 2008 oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menunjukkan, sebanyak 63 persen remaja SMP sudah melakukan hubungan seks. Sedangkan 21 persen siswa SMA pernah melakukan aborsi. Fakta tersebut membuktikan bahwa kasus ini banyak terjadi di kalangan pelajar sekolah menengah sampai kalangan mahasiswa. Sehingga hal ini menjadi catatan hitam di dalam dunia pendidikan Indonesia. Lebih gawatnya lagi, seks bebas (free sex) itu kini telah menjadi tren oleh beberapa kelompok pelajar serta merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat.

Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks pranikah.
Motivasi merupakan penggerak perilaku. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda, demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula. Pada seorang remaja, perilaku seks pranikah tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas (menurut Sternberg hal ini dinamakan romantic love); atau karena pengaruh kelompok (konformitas), dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan seks pranikah karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Disinilah suatu masalah acap kali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual.

Cukup naïf bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual pranikah lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peer-group), pengaruh media dan televisi, bahkan faktor orang tua sendiri.
Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi.
Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks pranikah itu sendiri.
Pengaruh media dan televisi pun sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda.
Menyimak fenomena tersebut, segala peraturan dan tindakan hukum telah dilakukan. Akan tetapi masih saja sulit untuk diatasi dan belum ditemukan solusi yang terbaik. Jika dicermati maraknya tindakan asusila dan pergaulan bebas (free sex) di beberapa kelompok pelajar disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor penyebab utamanya yaitu minimnya pengetahuan seks yang benar dan terpadu melalui pendidikan formal (sekolah) maupun informal (orang tua).
Oleh karena itu sex education sudah seharusnya diberikan kepada peserta didik sejak dini, terlebih buat yang sudah beranjak remaja, meskipun masih diambang pro dan kontra. Namun hal ini di anggap penting karena mengacu pada dua aspek, yaitu untuk mencegah ambigunya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Karena rata-rata saat para pelajar tumbuh menjadi remaja, mereka belum mengerti dengan seks, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu. Sehingga para pelajar yang begitu penasaran akan pengetahuan seks akan mencari tahu sendiri informasi terkait seks melalui berbagai media. Karena saat ini berbeda dengan pada masa lalu, informasi tentang seks begitu gampangnya diakses oleh siapapun. Apalagi sikap remaja saat ini sangat kritis, yang selalu ingin tahu dan ingin mencoba.
Bahkan akibat faktor tersebutlah, mereka tanpa sadar telah terjerumus ke dalam hal-hal negatif seperti free sex, tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, sampai pada penularan PSM seperti halnya HIV AIDS. Hal inilah yang dijadikan aspek kedua.
Sesungguhnya tidak bisa dipungkiri jika berbicara tentang seks di mana saja adalah topik yang seru dan heboh. Norma dalam masyarakat pun menganggapbahasan seks masih tabu untuk dibicarakan secara transparan dan hanya untuk konsumsi mereka yang dewasa. Terlepas dari itu semua, saat ini seks bukan lagi merupakan hal yang heboh dan tabu yang membuat kita malu-malu untuk membahasnya. Karena yang terpenting adalah manfaat yang bisa kita petik.
Maka dari itu kini perlu ditekankan kembali pentingnya sex education diberikan kepada anak-anak sampai usia dewasa. Namun sebelumnya perlu dipahami bahwasex education ini bukan berarti untuk mendorong anak didik mempraktikan perilaku seks dengan lawan jenisnya. Namun justru untuk mencegah dan melindungi anak didik dari segala tindakan yang mengarah pada seks bebas serta diberikan informasi dan pembelajaran seks yang benar.
Adapun yang perlu diperhatikan adalah cara menyampaikan pendidikan seks harus diintegrasikan dengan pendidikan agama. Karena peran agama sendiri adalah mendidik moral. Terutama lebih ditekankan tentang hukum dalam agama termasuk siksa dan sanksinya, juga moral dalam pandangan keluarga dan masyarakat sekitar.
Sex education itu harus diajarkan sedini mungkin dan setiap tahapan perkembangan anak pun harus berbeda edukasi yang diberikan. Selain itu juga harus diberikan dengan penjelasan yang jelas dan berhati-hati agar tidak terjadi salah penafsiran bagi si anak. Selanjutnya disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang, latar pendidikan, dan latar keluarga.
Untuk itu perlu adanya penyamaan persepsi tentang sex education. Bahwasanya sex education bukan mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seks yang baik, tapi membekali diri agar dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab atau belajar apa yang akan timbul (dampak) dari aktivitas seks tersebut bagi peserta didik.

Pada akhirnya, untuk menyikapi fenomena seks pra nikah dikembalikan kepada kita semua para pembaca dan masyarakat. Apakah fenomena seks pra nikah dianggap sebagai fenomena yang mengkhawatirkan dan tidak normal ataukah hanya menjadi sebuah fenomena sosial semata. Bagi kebanyakan dari kita mungkin akan berusaha untuk menutup mata, sekalipun masih tersirat sedikit keprihatinan.

Daftar Pustaka :
Dunia Psikologi.(2008, 19 November). Fenomena Seks Pra Nikah. Diperoleh 02 Januari 2013.
http://www.duniapsikologi.com/fenomena-seks-pra-nikah-remaja/

Edukasi Kompasiana, (2012, 07 September). Sex Education Solusi Dini Terhadap Remaja Masa Kini. Diperoleh 02 Januari 2013.
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/07/%E2%80%9Csex-education-solusi-dini-terhadap-remaja-masa-kini%E2%80%9D-484827.html
               
Sumber :
http://www.duniapsikologi.com/fenomena-seks-pra-nikah-remaja/
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/07/%E2%80%9Csex-education-solusi-dini-terhadap-remaja-masa-kini%E2%80%9D-484827.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar