Selasa, 30 November 2010

BAB IX AGAMA DAN MASYARAKAT


A.  PENGERTIAN
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur Nabi dalam mengubah kehidupan social,  argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan YME dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuehanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti diatas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate.Membicarakan peranan agama dalam kehidupan social menyangkut dua hal yang sudah tentu hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normatif atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Karena latar belakang social yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Dalam proses social, hubungan nilai dan tujuan masyarakat relatif harus stabil dalam setiap momen.
Salah satu kasus akbat tidak berkembangnya agama adalah ”anomi” yaitu, keadaan disorganisasi social dimana bentuk social dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Kedua, hilangnya konsensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma-norma (bersumber dari agama) yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
1. Fungsi Agama
- Kebudayaan
- Sistem social
- Kepribadian
Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena social terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam prilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara system, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu system, dan sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan itu timbul karena seak dulu sampai saat ini, agama itu masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem  social yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain ,setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan pada kelakuan, bersifat konkret terjadi disekeliling.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana masalah fungsional dalam konteks teori fungsional kepribadian, dan sejauh mana agama mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Kepribadian dalam hal ini merupakan suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan bertindak, dan memberikan tanggapan serta nilai dan sebagainya yang sistematis.
Teori fungsionalis melihat agama sebagai penyebab social dominan dalam terbentuknya lapsan sosial, perasaan agama, dan termasuk konflik social. Agama dipandang sebagai lembaga social yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Tetapi tidak menguntik hakikat apa yang ada diluar atau referensi transedental (teori Talcott persons). Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yg paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama dibidang social adalah penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama.Fungsi agama sbagai sosialisasi individu ialah, individu pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
Masalah fungsional agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama, dimensi komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklarifasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
Masyarakat-masyarakat Industri Sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang terpenting adalah penyesuaian-penyesuain terhadap hubungan kemanusiaan sendiri.
Pada umumnya kecenderungan sekularisasi  mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
2. Pelembagaan Agama
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe,meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Notingham,1954)
a.    Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sacral
b.   Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Pendekatan rasional terhadap agama dan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis, dan tentu kurang baik.
Dari contoh social, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya teradi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalam beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dan sebagainya. Agama menuju kepengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar